Barangkali
hanya MA Nurul Azhar sebuah sekolahan yang dibangun dengan visi yang
kuat lepas dari provit oriented. Komitmen itu bukan hanya promosi
tatkala sekolahan ini baru didirikan saja,
tetapi sampai saat inipun para siswa bisa belajar dengan hanya berbekal
kemauan. Apalagi bagi anak-anak miskin, dijamin akan memperoleh
keringanan khusus bahkan sampai gratis. Karena dari sejak awal misi dari
pendirinya adalah membantu pendidikan anak yang tidak mampu, maka
jumlah siswanyapun juga dibatasi hanya satu lokal setiap kelasnya.
Berawal dari ide
seorang pengusaha Sutoyo, pria asli Simo yang kini berdomisili di
Surabaya, Madrasah Aliyah Nurul Azhar didirikan untuk memberikan
pendidikan yang memadai bagi siswa tidak mampu pada Tahun 2001. Kemudian
pada tahun 2002, tepatnya tangal 15 Juli sekolahan ini dibuka.
Konsep
awal dari pendiri adalah mewadahi calon siswa potensial di Simo dan
sekitarnya. Karena pada prinsipnya harus ada terobosan agar masyarakat
miskin harus juga berpendidikan untuk memperbaiki taraf hidup mereka.
Tatkala itu pendidikan setingkat SLTA begitu mahal dan mewah, maka hanya
sedikit masyarakat kurang mampu memperoleh kesempatan untuk bersekolah.
Maka
diawal berdirinya, mulai pembangunan sarana dan prasarana sekolah
dicukupi oleh seorang Sutoyo sendirian secara pribadi. Bahkan untuk
urusan karyawan dan gaji guru juga ditanggung sepenuhnya. Tidak sampai
disitu, gaji guru di MA Nurul Azhar sampai lima kali lipat guru yang
mengajar disekolahan lain. Maka proses rekruitmenpun dilaksanakan dengan
ketat untuk menghasilkan guru-guru yang berkwalitas. Walhasil perlahan
tapi pasti prestasi demi prestasi mulai ditorehkan oleh sekolahan MA
Nurul Azhar.
Kini
MA Nurul Azhar diusianya yang masih relatif muda telah banyak
memberikan peran yang cukup bagus, baik prestasi akademis maupun bagi
masyarakat lingkungannya. Prestasi akademik antara lain rangking lima
besar Olimpiade Teknik Komputer Tingkat Kabupaten Th. 2005; Juara 2
Olimpiade IPS Antar MA Beregu Tingkat Kabupaten; dan prestasi lain
ditingkat yang lebih rendah.
Sedangakan
peran sekolahan pada masyarakat antara lain, mewadahi siswa yang tidak
mampu untuk bisa sekolah di MA Nurul Azhar, menyediakan asrama yang
dipadukan menjadi sebuah Pondok Pesantren, ikut partisipasi dalam
keseluruhan kegiatan masyarakat baik kegiatan pemerintahan maupun
masyarakat sekitar yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan drumband,
paskibraka, kesenian hadroh, dan kegiatan sosial lainnya.
Walau
status MA Nurul Azhar masih terakreditasi B, namun peran mereka
sebenarnya sangat nyata dan menyentuh masyarakat sekitar. Siswa
disekolahan ini dididik menjadi manusia yang bertanggung jawab dan
memiliki kompetensi tinggi dalam hal kemandirian.
“Barangkali
yang dianggap kurang adalah gedung yang hanya tiga lokal. Padahal
prinsip kami adalah mencetak siswa yang berkualitas, walau dengan latar
belakang dari keluarga tidak mampu,” ujar Edris, S.Ag., Kasek MA Nurul
Azhar.
Kemandirian
sekolahan seperti MA Nurul Azhar sangat langka, biasanya sekolahan yang
berdiri masih mengandalkan biaya dari pemerintah. Untuk itu, mereka
berlomba-lomba merekrut siswa sebanyak mungkin. Namun sebaliknya, Nurul
Azhar justru membatasi siswa yang masuk demi kualitas.
Untuk
pondok pesantren, walaupun prinsip-prinsip modern diterapkan dalam
kurikulum MA Nurul Azhar, namun di asrama atau ponpes siswa diberikan
pelajaran sebagaimana ponpes tradisional, seperti pembahasan kitab
kuning. Ponpes Nurul Azhar yang sebenarnya semula adalah asrama kini
mulai Maret Tahun 2006 telah terdaftar menjadi sebuah pondok pesantren.
Ponpes
Nurul Azhar memiliki fasilitas asrama putra dan putri yang terpisah.
Pengasuhnya juga lulusan yang kredibel, dari Gontor. Bagi siswa yang
bertempat tinggal jauh atau memang ingin menambah ilmu keagamaan,
sebaiknya tinggal di ponpes. Bud/Him/Adv.